education center

Teori Piaget pada Aliran Psikologi Kognitif

Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif sebagai Skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap daripada ketika ia masih kecil. Karena masih terbatasnya skema pada anak-anak, seorang anak yang baru pertama kali melihat buaya ia menyebutnya sebagai cecak besar, karena ia baru memiliki konsep cecak yang sering dilihat di rumahnya. Ia baru memiliki konsep cecak dalam skemanya dan ketika ia melihat buaya untuk pertama kalinya, konsep cecaklah yang paling dekat dengan stimulus.

Perkembangan skemata ini berlangsung terus-menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya. Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus  baru dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata yang telah terbentuk. Sedangkan akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung. Hal ini terjadi karena stimulus baru tidak dapat diasimilasi, karena tidak ada skema yang sesuai yang telah dimilikinya. Pada proses akomodasi skema yang ada memodifikasi diri atau menciptakan skema baru sehingga sesuai dengan stimulus baru itu. Setelah itu asimilasi berlangsung kembali. Dengan demikian pada proses asimilasi tidak menghasilkan perubahan skemata, melainkan hanya menunjang pertumbuhan skemata secara kuantitas. Sedangkan pada akomodasi menghasilkan perubahan skemata secara kualitas. Pada contoh di atas, seorang anak menyebut cecak besar untuk buaya pada dasarnya anak tersebut mengasimilasi stimulus buaya ke dalam skema cecak.

Dalam struktur kognitif setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi dengan akomodasi.  Perkembangan kognitif pada dasarnya adalah perubahan dari keseimbangan yang telah dimiliki ke keseimbangan baru yang diperolehnya.

Selanjutnya Piaget mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami oleh setiap individu secara lebih rinci, dari mulai bayi hingga dewasa. Kesimpulannya adalah bahwa pola berfikir anak tidak sama dengan pola berfikir orang dewasa. Tahap perkembangan kognitif atau taraf kemampuan berfikir seorang individu sesuai dengan usianya. Jadi, dalam memandang anak keliru kalau beranggapan bahwa kemampuan anak sama dengan kemampuan orang dewasa, sebab anak bukanlah miniatur orang dewasa.

Selain daripada itu, perkembangan kognitif seorang individu dipengaruhi pula oleh lingkungan dan transmisi sosialnya. Oleh karena itu agar perkembangan kognitif seorang anak berjalan secara maksimal, sebaiknya diperkaya dengan banyak pengalaman edukatif. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis (menurut  usia kalender) yaitu:

1. Tahap Sensori Motor( Sensory Motoric Stage ), dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun.

Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannya, asal perpindahannya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya mulai matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam simbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan.

2. Tahap Pra Operasi (Pre Operasional Stage ), dari sekitar umur 2 tahun sampai dengan sekitar umur 7 tahun,

Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget di sini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif seperti mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak benda. benda menurut urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting), (Mairer 1978 : 24). Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat obyek-obyek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakannya berbeda pula.

3. Tahap Operasi Konkrit (Concrete Operational Stage)

Anak-anak yang berada pada tahap ini umunlnya sudah berada di Sekolah Dasar, sehingga guru-guru harus mengetahui apa yang telah dimiliki anak pada tahap ini dan kemampuan apa yang belum dimilikinya.

Umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan. kemampuan untuk mengklasifikasi dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif, dan mampu berfikir reversibel.

Piaget mengidentifikasi adanya enam jenis konsep kekekalan yang berkembang selama anak berada pada tahap operasi konkrit, yaitu:

  • kekekalan banyak (6-7 tahun)
  • kekekalan materi (7-8 tahun)
  • kekekalan panjang (7-8 tahun)
  • kekekalan luas – (8-9 tahun)
  • kekekalan berat (9-10 tahun)
  • kekekalan volum (11-12 tahun)

(Anderson, 1970: 126-127)

Kemampuan mengurutkan objek berdasarkan panjang dipahami pada usia sekitar 7 tahun, mengurutkan objek yang besarnya sama tetapi beratnya berlainan dicapai pada umur sekitar 9 tahun, dan mengurutkan benda menurut volumnya dicapainya pada sekitar 12 tahun. Anak pada tahap ini memahami pula konsep ekuivalensi dan klasifikasi. Piaget membuktikannya dengan eksperimen sebagai berikut :

Seorang anak diberi 20 bola kayu, 15 buah di antaranya berwarna merah. Apabila ditanyakan manakah yang lebih banyak, bola kayu atau bola berwarna merah?

Anak pada tahap pra operasional menjawab bahwa bola merah lebih banyak, sedangkan anak pada tahap operasi konkret menjawab bahwa bola kayu lebih banyak dari pada bola berwarna merah.

Eksperimen tersebut menunjukkan kepada kita bahwa anak pada tahap operasi konkrit telah mampu memperhatikan sekaligus dua macam kelompok yang berbeda. Ia telah dapat mengelompokkan benda-benda yang memiliki beberapa karakteristik ke dalam himpunan dan himpunan bagian dengan karakteristik khusus, dan dapat melihat beberapa karakteristik suatu benda secara serentak.

Anak pada tahap ini baru mampu mengikat definisi yang telah ada dan mengungkapkannya kembali, akan tetapi belum mampu untuk merumuskan sendiri definisi-definisi tersebut secara tepat, belum mampu menguasai simbol verbal dan ide-ide abstrak.

4. Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage), dari sekitar umur 11 tahun dan seterusnya.

Tahap operasi formal merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Penalaran yang terjadi dalarn struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi, Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.

Karakteristik lain dari anak pada tahap ini ialah telah memiliki kemampuan untuk melakukan penalaran hipotetik-deduktif, yaitu kemampuan untuk menyusun serangkaian hipotesis dan mengujinya (Child,1971: 127)

Selain itu, karakteristik lain dari anak pada tahap ini telah memiliki kemampuan berfikir kombinatorial (combinatorial thought), yaitu kemampuan menyusun kombinasi–kombinasi yang mungkin dari unsur-unsur dalam suatu sistem (Wardsr.vorth, l97i: 103-104). Misalnya kombinasi wama, kombinasi beberapa bilangan, kombinasi beberapa huruf.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *