education center

renee

Aspek-Aspek Komunikasi Matematika

Kemampuan Tata Bahasa ( grammatical Competence )

Adalah kemampuan siswa dalam menggunakan tata bahasa matematika. Tata bahasa dalam konteks ini meliputi kosakata dan struktur matematika yang terlihat dalam hal memahami definisi dari suatu istilah matematika serta menggunakan simbol/ notasi matematika secara tepat.

Kemampuan Memahami Wacana

Kemampuan memahami wacana dapat dilihat dari kemampuan siswa untuk memahami serta mendeskripsikan informasi-informasi penting dari suatu wacana matematika. Wacana matematika dalam konteks ini meliputi permasalahan matematika maupun pernyataan/pendapat matematika.

Kemampuan Sosiolinguistik

Kemampuan sosiolinguistik dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam mengetahui permasalahan kultural atau sosial yang biasanya muncul dalam konteks permasalahan matematika. Siswa dilatih untuk mampu menyelesaikan permasalahan matematika yang menyangkut persoalan dalam kehidupan sehari-hari.

Kemampuan Strategis

Kemampuan strategis adalah kemampuan siswa untuk dapat menguraikan sandi/kode dalam pesan-pesan matematika. Menguraikan sandi/kode dalam pesan-pesan matematika adalah menguraikan unsur-unsur penting dari suatu permasalahan matematika kemudian menyelesaikannya secara runut seperti membuat prediksi atas hubungan antar konsep dalam matematika, menyampaikan ide/relasi matematika dengan gambar, grafik maupun aljabar dan menyelesaikan persoalan secara runtut.

Dari aspek-aspek diatas jelaslah bahwa kemampuan komunikasi matematika merupakan suatu cara bagi siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide, strategi maupun solusi matematika secara lisan maupun tulisan serta merefleksikan pemahaman tentang matematika sehingga siswa yang mempelajari matematika mampu memahami dan menggunakan tata bahasa yang meliputi kosakata dan struktur matematika,memahami dan mendeskripsikan informasi penting dari wacana matematika, mengetahui informasi kultural atau sosial dalam konteks permasalahan matematika dan menguraikan sandi/kode dalam pesan matematika.

Jenis-Jenis Komunikasi Matematika

Bansu Irianto Ansari (2003) menelaah kemampuan Komunikasi matematika dari dua aspek yaitu :

  1. Komunikasi lisan (talking)

Komunikasi lisan diungkap melalui intensitas keterlibatan siswa dalam kelompok kecil selama berlangsungnya proses pembelajaran.

  1.  Komunikasi tulisan (writing).

Komunikasi matematika tulisan (writing) adalah kemampuan dan keterampilan siswa menggunakan kosa kata (vocabulary), notasi dan struktur matematika untuk menyatakan hubungan dan gagasan serta memahaminya dalam memecahkan masalah. Kemampuan ini diungkap melalui representasi matematika.

Representasi matematika siswa diklasifikasikan dalam tiga kategori:

  • Pemunculan model konseptual, seperti gambar, diagram, tabel dan grafik (aspek drawing)
  • Membentuk model matematika (aspek mathematical expression)
  • Argumentasi verbal yang didasari pada analisis terhadap gambar dan konsep-konsep formal (aspek written texts).

Menurut Elliot & Kenney ( 1996:219-228) terdapat tiga karakteristik yang memuat komunikasi matematis yang berbeda dengan komunikasi sehari-hari yaitu :

  1. Untuk berkomunikasi matematis siswa perlu bekerja dengan abstraksi dan simbol-simbol.
  2. Seringkali setiap bagian dari dalil-dalil matematika merupakan hal mendasar untuk memahami seluruh dalil.
  3. Setiap bagian dari dalil matematika bersifat spesifik.

Sejalan dengan pendapat beberapa ahli Depdiknas ( 2004:6) menyatakan bahwa karakteristik komunikasi matematis setingkat SMP meliputi :

  1. Membuat model dari situasi melalui lisan, benda-benda konnkret, grafik dan metode-metode aljabar.
  2. Menyusun refleksi dan membuat klarifikasi tentang ide-ide matematika.
  3. Mengembangkan pemahaman dasar matematika termasuk aturan-aturan definisi matematika.
  4. Menggunakan kemampuan membaca, menyimak dan mengamati untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi suatu ide matematika.
  5. Mendiskusikan ide-ide membuat konjektur/prediksi, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi.
  6. Mengapresiasikan nilai-nilai dari suatu notasi matematis termasuk aturannya dalam mengembangkan ide matematika.

Konsep Dasar Komunikasi Matematika

Komunikasi matematis  dapat diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam  menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara lisan maupun tertulis

Komunikasi matematika merupakan bentuk khusus dari komunikasi, yakni segala bentuk komunikasi yang dilakukan dalam rangka mengungkapkan ide-ide matematika. Pendapat tentang pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika juga diusulkan NCTM (2000: 63) yang menyatakan bahwa program pembelajaran matematika sekolah harus memberi kesempatan kepada siswa untuk:

  • Menyusun dan mengaitkan mathematical thinking mereka melalui komunikasi.
  • Mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara logis dan jelas kepada teman-temannya, guru, dan orang lain.
  • Menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang dipakai orang lain.
  • Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar.

Menurut Utari Sumarmo (Gusni Satriawati, 2003: 110), kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk:

ü  Merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.

ü  Membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar.

ü  Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.

ü  Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.

ü  Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.

ü  Membuat konektor, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi.

ü  Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

Selain itu menurut Greenes dan Schulman (1996: 159) komunikasi matematik adalah kemampuan untuk :

  1. Menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskan nya secara visual dalam tipe yang berbeda
  2. Memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual
  3. Menkonstruk, menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya

Selanjutnya menurut Sullivan & Mousley (Bansu Irianto Ansari, 2003: 17) komunikasi matematik bukan hanya sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal bercakap, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, klarifikasi, bekerja sama (sharing), menulis, dan akhirnya melaporkan apa yang telah dipelajari

Menurut NCTM (2000: 194) kemampuan komunikasi seharusnya meliputi berbagi pemikiran, menanyakan pertanyaan, menjelaskan pertanyaan dan membenarkan ide-ide. Komunikasi harus terintegrasi dengan baik pada lingkungan kelas. Siswa harus didorong untuk menyatakan dan menuliskan dugaan, pertanyaan dan solusi.

Agar komunikasi matematika dapat berjalan dan berperan dengan baik maka diciptakan suasana yang kondusif dalam pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kemampuan siswa dalam komunikasi matematika. Salah satunya dengan membentuk kelompok-kelompok kecil yang memungkinkan terjadinya komunikasi multi arah yaitu antara siswa dengan siswa dalam kelompok. Hal ini sesuai dengan pendapat Kramaski ( 2000:167 ) yang menyatakan bahwa mempertinggi kemampuan komunikasi matematika secara alami adalah dengan memberi kesempatan belajar kepada siswa dalam kelompok kecil yang mana mereka dapat berinteraksi.

Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Open-Ended

Keunggulan Pendekatan Open-Ended

Pendekatan Open-Ended ini menurut Suherman, dkk (2003:132) memiliki beberapa keunggulan antara lain:

  1. Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.
  2. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematika secara komprehensif.
  3. Siswa dengan kemapuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
  4. Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
  5. Siswa memiliki banyak pengalaman untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.

 

Kelemahan Pendekatan Open-Ended

Disamping keunggulan, terdapat pula kelemahan dari pendekatan Open-Ended, diantaranya:

  1. Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
  2. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
  3. Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
  4. Mungkin ada sebagian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.

Menyusun Rencana Pendekatan Open-Ended

Apabila guru telah mengkonstruksikan atau menformulasi masalah Open-Ended dengan baik, tiga hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran sebelum masalah itu ditampilkan di kelas adalah:

1)      Apakah masalah itu kaya dengan konsep-konsep matematika dan berharga?

Masalah Open-Ended harus medorong siswa untuk berpikir dari berbagai sudut pandang. Disamping itu juga harus kaya dengan konsep-konsep matematika yang sesuai untuk siswa berkemampuan tinggi maupun rendah dengan menggunakan berbagai strategi sesuai dengan kemampuannya.

2)      Apakah tingkat matematika dari masalah itu cocok untuk siswa?

Pada saat siswa menyelesaikan masalah Open-Ended, mereka harus menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka punya. Jika guru memprediksi bahwa masalah itu di luar jangkauan kemampuan siswa, maka masalah itu harus diubah/diganti dengan masalah yang berasal dalam wilayah pemikiran siswa.

3)      Apakah masalah itu mengundang pengembangan konsep matematika lebih lanjut?

Masalah harus memiliki keterkaitan atau hubungan dengan konsep-konsep matematika yang lebih tinggi sehingga dapat memacu siswa untuk berpikir tingkat tinggi.

Pada tahap ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan rencana pembelajaran yang baik adalah sebagai berikut:

1)      Tuliskan respon siswa yang diharapkan.

Pembelajaran matematika dengan pendekatan Open-Ended, mengharapkan siswa merespons masalah dengan berbagai cara sudut pandang. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan atau menuliskan daftar antisipasi respons siswa terhadap masalah. Kemampuan siswa terbatas dalam mengekpresikan ide atau pikirannya, mungkin siswa tidak akan mampu menjelaskan aktivitasnya dalam memecahkan masalah itu. Tetapi mungkin juga siswa mampu menjelaskan ide-ide matematika dengan cara yang berbeda. Dengan demikian, antisipasi guru membuat atau menuliskan kemungkinan repsons yang dikemukakan siswa menjadi penting dalam upaya mengarahkan dan membantu siswa memecahkan masalah sesuai dengan cara kemampuannya.

2)      Tujuan dari masalah tersebut diberikan kepada siswa harus jelas.

Guru memahami dengan baik peranan masalah itu dalam keseluruhan rencana pembelajaran. Masalah dapat diperlakukan sebagai topik yang tertentu, seperti dalam pengenalan konsep baru kepada siswa, atau sebagai rangkuman dari kegiatan belajar siswa. Berdasarkan pengalaman, masalah Open-Ended efektif untuk pengenalan konsep baru atau rangkuman kegiatan belajar.

3)      Sajikan masalah semenarik mungkin bagi siswa

Konteks permasalahan yang diberikan atau disajikan harus dapat dikenal baik oleh siswa, dan harus membangkitkan keingintahuan serta semangat intelektual siswa. Oleh karena masalah Open-Ended memerlukan waktu untuk berpikir dan mempertimbangkan strategi pemecahannya, maka masalah itu harus mampu menarik perhatian siswa.

4)     Lengkapi prinsip formulasi masalah, sehingga siswa mudah memahami maksud masalah itu

Masalah harus diekspresikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahaminya dengan mudah dan menemukan pendekatan pemecahannya. Siswa dapat mengalami kesulitan, bila eksplanasi masalah terlalu singkat. Hal itu dapat timbul karena guru bermaksud memberikan terobosan yang cukup kepada siswa untuk memilih cara dan pendekatan pemecahan masalah. Atau dapat pula diakibatkan siswa memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki pengalaman belajar karea terbiasa megikuti petunjuk-petunjuk dari buku teks.

5)      Berikan waktu yang cukup bagi siswa untuk mengekplorasi masalah.

Terkadang waktu yang dialokasikan tidak cukup dalam menyajikan masalah, memecahkannya, mendiskusikan pendekatan dan penyelesaian, dan merangkum dari apa yang telah dipelajari siswa. Karena itu, guru harus memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk mengekplorasi masalah. Berdiskusi secara aktif antar sesama siswa dan antara siswa dengan guru merupakan interaksi yang sangat penting dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended.

Mengkonstruksi Masalah Open-Ended

Mengkonstruksi dan mengembangkan masalah Open-Ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan tingkat kemampuan yang beragam tidaklah mudah. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang dalam jangka waktu yang cukup panjang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai berikut:

  • ü  Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
  • ü  Menyajikan soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
  • ü  Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
  • ü  Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
  • ü  Memberikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
  • ü  Memberikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari pekerjaannya.

Pendekatan Open-Ended

Problem yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.

Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil akhir).

Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban (yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.

Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa.

Pendekatan Open-Ended menjanjikan kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasikan melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.

Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban bukan hanya sekedar mendapatkan jawaban dari permasalahan, sehingga kegiatan matematika dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut :

  1. Kegiatan siswa harus terbuka, yaitu mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai dengan kehendak mereka.
  2. Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir, yaitu kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.
  3. Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan, yaitu dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.

Pada dasarnya, pendekatan Open-Ended bertujuan untuk mengangkat kegiatan kreatif siswa dan berpikir matematika secara simultan. Oleh karena itu hal yang perlu diperhatikan adalah kebebasan siswa untuk berpikir dalam membuat progress pemecahan sesuai dengan kemampuan, sikap, dan minatnya sehingga pada akhirnya akan membentuk intelegensi matematika siswa.

Prosedur evaluasi

Prosedur evaluasi terdiri dari perencanaan, pengumpulan data, verifikasi data, analisis data, dan penafsiran.

Tahap perencanaan

Tahap perencanaan meliputi kegiatan merumuskan tujuan evaluasi yang akan dilaksanakan, metode evaluasi yang akan dipakai, menyusun alat evaluasi yang akan digunakan, menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan, dan menetapkan frekuensi evaluasi

Tahap pengumpulan data

Tahap pengumpulan data meliputi kegiatan pemeriksaan hasil dan pemberian skor.

Tahap verifikasi data

Tahap verifikasi data meliputi kegiatan pengelompokkan skor menurut tinggi rendahnya, jenis kelamin, atau hal lainnya yang sesuai dengan tujuan pengelompokkan tersebut.

Tahap analisis data

Tahap analisis data meliputi kegiatan pengolahan data dengan menggunakan teknis analisis statistik atau analisis non statistik.

Tahap penafsiran

Tahap penafsiran terhadap hasil evaluasi bisa berupa pernyataan atau keputusan  yang diungkapkan dengan kata-kata:  baik  –  cukup  –  buruk, tinggi  –  rendah  –  sedang, lulus  –  tidak lulus, dan lain-lain.

Fungsi evaluasi

Sebagai alat seleksi

Misalnya dalam penerimaan siswa baru di suatu sekolah. Dengan evaluasi dapat ditentukan sejumlah siswa tertentu yang memenuhi syarat sebagai calon siswa yang akan diterima.

Sebagai alat pengukur keberhasilan

Evaluasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh tujuan dapat tercapai setelah kegiatan belajar mengajar dilaksanakan, mengukur keberhasilan guru dalam menerapkan metode  dan pendekatan, penguasaan materi, serta kebaikan dan kelemahan kurikulum yang dipakai.

Sebagai alat penempatan

Evaluasi dapat digunakan untuk mengetahui dengan baik penempatak keanggotaan kelompok siswa. Penempatan sekelompok siswa dengan hasil evaluasi yang sama lebih memungkinkan untuk dapat mengembangkan bakat dan kemampuan masing-masing siswa secara optimal sehingga hasil belajarnya pun akan lebih baik.

Sebagai alat diagnostic

Evaluasi digunakan untuk mendiagnosa kesulitan belajar siswa yaitu letak kelemahan dan keunggulan siswa dalam menerima setiap konsep materi yang telah diajarkan. Hasil ini dapat digunakan untuk menemukan formula yang tepat bagi siswa dalam mengatasi permasalahannya dalam belajar.

Kedudukan evaluasi dalam kegiatan belajar mengajar berada sebelum, selama, dan sesudah kegiatan belajar berlangsung. Sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung, evaluasi dilakukan oleh pihak sekolah, terutama guru. Hal -hal yang dievaluasi diantaranya meliputi calon siswa mengenai usia kematangan kognitif, kondisi fisik, dan kesiapan sarana dan prasarana sekolah.  Pelaksanaan evaluasi bisa melalui tes tertulis, lisan, perbuatan, ataupun dengan pertimbangan melalui pengamatan atau observasi. Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, evaluasi dilakukan dalam interval waktu pelajaran dimulai hingga saat berakhirnya kegiatan belajar mengajar.  Interval waktu itu dapat dihitung dalam satuan pendek satu kali pertemuan, dan dalam satuan panjang  satu semester. Selama kegiatan belajar mengajar dilaksanakan, hendaknya guru mengevaluasi setiap langkah atau kegiatan yang sedang dilaksanakan. Pelaksanaan evaluasi bisa melalui tanya jawab lisan dalam setiap kegiatan belajar

mengajar, quiz, tes sub formatif, atau minimal instropeksi diri. Sesudah kegiatan belajar mengajar berlangsung, dapat dilaksanakan evaluasi terhadap pencapaian hasil belajar siswa, baik individual maupun k elompok. Dari hasil evaluasi tersebut dapat diketahui kelemahan dan kelebihan siswa dalam memahami konsep-konsep yang telah dipelajari, selanjutnya dapat dilaksanakan pengajaran remedial.

 

Jenis-jenis Evaluasi Pembelajaran

A.   Evaluasi berdasarkan tujuan :

1.    Evaluasi diagnostik

Evaluasi diagnostik bertujuan untuk menelaah kelemahan-kelemahan siswa beserta faktor-faktor penyebabnya.

2.    Evaluasi selektif

Evaluasi selektif digunakan untuk memilih siwa yang paling tepat sesuai dengan kriteria program kegiatan tertentu.

3.    Evaluasi penempatan

Evaluasi penempatan digunakan untuk menempatkan siswa dalam program pendidikan tertentu yang sesuai dengan karakteristik siswa.

4.    Evaluasi formatif

Evaluasi formatif dilaksanakan untuk memperbaiki dan meningkatan proses belajar dan mengajar.

5.    Evaluasi sumatif

Evaluasi sumatif dilakukan untuk menentukan hasil dan kemajuan belajar siswa.

 

B.  Evaluasi berdasarkan sasaran :

1.    Evaluasi konteks

Evaluasi yang ditujukan untuk mengukur konteks program baik mengenai rasional tujuan, latar belakang program, maupun kebutuhan-kebutuhan yang muncul dalam perencanaan

2.    Evaluasi input

Evaluasi yang diarahkan untuk mengetahui sumber daya maupun strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan.

3.    Evaluasi proses

Evaluasi yang di tujukan untuk melihat proses pelaksanaan, baik mengenai kalancaran proses, kesesuaian dengan rencana, faktor pendukung dan faktor hambatan yang muncul dalam proses pelaksanaan, dan sejenisnya.

4.    Evaluasi hasil atau produk

Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil program yang dicapai sebagai dasar untuk menentukan keputusan akhir, diperbaiki, dimodifikasi, ditingkatkan atau dihentikan.

5.    Evaluasi outcom atau lulusan

Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil belajar siswa lebih lanjut, yankni evaluasi lulusan setelah terjun ke masyarakat.

 

C.  Jenis evalusi berdasarkan lingkup kegiatan pembelajaran :

1.    Evaluasi program pembelajaran

Evaluasi yang mencakup tujuan pembelajaran, isi program pembelajaran, strategi belajar mengajar, aspek-aspek program pembelajaran yang lain.

2.    Evaluasi proses pembelajaran

Evaluasi yang mencakup kesesuaian antara proses pembelajaran dengan garis-garis besar program pembelajaran yang ditetapkan, kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.

3.    Evaluasi hasil pembelajaran

Evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan pembelajaran yang ditetapkan, baik umum maupun khusus, ditinjau dalam aspek kognitif, afektif, psikomotor.

 

D.  Evaluasi berdasarkan objek dan subjek evaluasi

Berdasarkan objek :

1.    Evaluasi input

Evaluasi terhadap siswa mencakup kemampuan kepribadian, sikap, keyakinan.

2.    Evaluasi transformasi

Evaluasi terhadap unsur-unsur transformasi proses pembelajaran anatara lain materi, media, metode dan lain-lain.

3.    Evaluasi output

Evaluasi terhadap lulusan yang mengacu pada ketercapaian hasil pembelajaran.

Berdasarkan subjek :

1.    Evaluasi internal

Evaluasi yang dilakukan oleh personal dalam sekolah sebagai evaluator, misalnya guru.

2.    Evaluasi eksternal

Evaluasi yang dilakukan oleh personal dari luar sekolah sebagai evaluator, misalnya orangtua, masyarakat.