Erda Angraini

education center

Langkah-Langkah Evaluasi Program

Secara garis besar tahapan Evaluasi Program meliputi : tahapan persiapan evaluasi program, tahap pelaksanaan, dan tahap monitoring. Penjelasan tentang langkah-langkah tersebut dapat dilihat dalam bagan dibawah ini :

1.       Persiapan Evaluasi Program

§  Penyusunan evaluasi

§  Penyusunan instrumen evaluasi

§  Validasi instrumen evaluasi

§  Menentukan jumlah sampel yang diperlukan

§  Penyamaan persepsi antar evaluator sebelum data di ambil

2.       Pelaksanaan Evaluasi Program

Evaluasi program dapat dikategorikan evaluasi reflektif, evaluasi rencana, evaluasi proses dan evaluasi hasil. Keempat jenis evaluasi tersebut mempengaruhi evaluator dalam mentukan metode dan alat pengumpul data yang digunakan.

Dalam pengumpulan data dapat menggunakan berbagai alat pengumpul data antara lain : pengambilan data dengan tes, pengambilan data dengan observasi ( bias berupa check list, alat perekam suara atau gambar ), pengambilan data dengan angket, pengambilan data dengan wawancara, pengambilan data dengan metode analisis dokumen dan artifak atau dengan teknik lainya.

3.       Tahap Monitoring (Pelaksanaan)

            Monitoring pelaksanaan evaluasi berfungsi untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan dengan rencana program. Sasaran monitoring adalah seberapa pelaksaan program dapat diharapkan/ telah sesuai dengan rencana program, apakah berdampak positif atau negatif.

Teknik dan alat monitoring dapat berupa :

–       Teknik pengamatan partisipatif

–       Teknik wawancara

–       Teknik pemanfaatan dan analisis data dokumentasi

–       Evaluator atau praktisi atau pelaksana program

–       Perumusan tujuan pemantauan

–       Penetapan sasaran pemantauan

–       Penjabaran data yang dibutuhkan

–       Penyiapan metode/alat pemantauan sesuai dengan sifat dan sumber/jenis data

–       Perencanaan analisis data pemantauan dan pemaknaannya dengan berorientasi pada tujuan monitoring

Perencanaan Evalusi Program

Ada dua cara yang lazim dilakukan dalam melakukan analisis kebutuhan, yaitu secara obyektif dan subyektif. Kedua cara tersebut dimulai dari identifikasi lingkup tujuan penting dalam program, menentukan indikator dan cara pengukuran tujuan-tujuan, menyusun kriteria (standar) untuk tiap-tiap indikator dan membandingkan kondisi yang diperoleh dengan kriteria. Ciri khas dalam cara melakukan analisis kebutuhan secara subjektif adalah mengumpulkan semua evaluator untuk bersama-sama menentukan skala prioritas kebutuhan.

Selain dua cara tersebut evaluator dapat juga menggunakan gabungan dari keduanya, yaitu sebagian menggunakan cara obyektif, sebagian yang lain mernggunakan cara subyektif. Di samping itu, seorang evaluator dapat juga menambahkan bahan lain yang diambil dari pihak laur dirinya. Yang dimaksud dengan pihak luar diantaranya adalah kawan-kawan dekat atau anggota keluarga lain dari responden yang diperkirakan pihak tersebut memang diperlukan dan data yang diberikan dapat dipercaya.

Evaluasi program tidak lain adalah penelitian, dengan cirri-ciri khusus. Oleh karena evaluasi program sama dengan penelitian maka sebelum memulai kegiatan,seperti juga penelitian, harus membuat proposal. Isi dan langkah-langkah dalam penyusunan proposal sama dengan proposal dalam penelitian.

Dalam pembahasan kali ini hanya tiga hal yang akan dijelaskan secara khusus. Ketiga hal dimaksud, sekaligus butir yang rawan adalah sebagai berikut :

1.       Bagian pendahuluan, menentukan garis besar isi bagian ini.

2.       Bagian metodologi berisi tiga hal pokok, yaitu penentuan sumber data, metode pengumpulan data, dan penentuan instrumen pengumpulan data. Ada tiga sumber data yang didahului dengan huruf P (kata bahasa Inggris), yaitu : Person ( manusia), Place (tempat) dan paper (kertas dan lain-lain). Penentuan metode pengumpulan data harus disesuaikan dengan sumber data.

3.       Bagian cara menentukan evaluasi. Instrumen pengumpul data evaluasi adalah alat yang diperlukan untuk mempermudah pengumpulan data.

Jenis instrument sebanyak jenis metode yang digunakan dan selanjutnya pemilihan jenis instrument pengumpulan data harus disesuaikan dengan metode yang sudah ditentukan oleh evaluator. Instrumen merupakan alat untuk mempermudah penggunaan metode dalam pengumpulan data.

Ada lima langkah yang harus dilalui dalam menyusun instumen yaitu :

1)        Identifikasi indikator sebagai obyek sasaran evaluasi.

2)        Membuat tabel hubungan antara komponen-indikator-sumber data-metode-instrumen,

3)        Menyusun butir-butir instrumen

4)        Menyusun kriteria-kriteria penilaian,dan

5)        Menyusun pedoman pegerjaan

Evaluasi Program

1.      Pengertian Program dan Evaluasi Program

Program adalah suatu rencana yang melibatkan berbagai unit  yang berisi kebijakan dan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam kurun waktu tertentu.

Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.

Evaluasi program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan yang bertujuan mengumpulkan informasi tentang  realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang guna pengambilan keputusan.

2.      Tujuan Evaluasi Program

Evaluasi program bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan program yang telah dilaksanakan. Selanjutnya, hasil evaluasi program digunakan sebagai dasar
untuk melaksanakan kegiatan tindak lanjut atau untuk melakukan pengambilan keputusan berikutnya.

3.      Manfaat Evaluasi Program

Evaluasi  sama artinya dengan kegiatan supervisi. Kegiatan evaluasi/supervisi dimaksudkan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindak lanjut dari program yang telah dilaksanakan. Manfaat dari evaluasi program dapat berupa penghentian program, merevisi program, melanjutkan program, dan menyebarluaskan program.

4.      Evaluator Program

Evaluator program harus orang-orang yang memiliki kompetensi yang mumpuni, di antaranya mampu melaksanakan, cermat, objektif, sabar dan tekun, serta hati-hati dan bertanggung jawab. Evaluator dapat berasal dari kalangan internal (evaluator dan pelaksana program) dan kalangana eksternal (orang di luar pelaksana program tetapi orang yang terkait dengan kebijakan dan implementasi program).

5.      Hakikat antara Tujuan Program dengan Tujuan Evaluasi Program

Program adalah suatu rencana yang melibatkan berbagai unit  yang berisi kebijakan dan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam kurun waktu tertentu untuk diimplementasikan di lapangan. Sedangkan evaluasi program bertujuan  untuk mengumpulkan informasi berkenaan dengan implementasi program yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan tindak lanjut atau pengambilan keputusan.

Jenis-jenis dan Instrument Non Tes

Berikut ini adalah beberapa instrument yang tergolong ke dalam non tes yaitu:

a. Angket (Questionnare)

Pada dasarnya, angket adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Pada umumnya tujuan penggunaan angket atau kuesioner dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka. Hal ini juga disampaikan oleh Yusuf (dalam Arniatiu, 2010) yang menyatakan kuisioner adalah suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan objek yang dinilai dengan maksud untuk mendapatkan data.

Selain itu, data yang dihimpun melalui angket biasanya juga berupa data yang berkenaan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam mengikuti pelajaran. Misalnya: cara belajar, bimbingan guru dan orang tua, sikap belajar dan lain sebagainya. Angket pada umumnya dipergunakan untuk menilai hasil belajar pada ranah afektif. Angket dapat disajikan dalam bentuk pilihan ganda atau skala sikap.

Adapun beberapa tujuan dari pengembangan angket adalah :

1)         Mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari siswa tentang pembelajaran matematika.

2)    Membimbing siswa untuk belajar efektif sampai tingkat penguasaan tertentu.

3)    Mendorong siswa untuk lebih kreatif dalam belajar.

4)    Membantu anak yang lemah dalam belajar.

5)    Untuk mengetahui kesulitan – kesulitan siswa dalam pembelajaran matematika.

Jenis-jenis kuesioner (menurut Yusuf , dalam Artiatiu, 2010)

1. Kuesioner dari segi isi dapat dibedakan atas 4 bagian yaitu:

  • Pertanyaan fakta adalah pertanyaan yang menanyakan tentang fakta antara lain seperti jumlah sekolah, jumlah jam belajar, dll.
  • Pertanyaan perilaku adalah apabila guru menginginkan tingkah laku seseorang siswa dalam kegiatan di sekolah atau dalam proses belajar mengajar.
  • Pertanyaan informasi adalah apabila melalui instrument itu guru ingin mengungkapkan berbagai informasi atau menggunakan fakta.
  • Pertanyaan pendapat dan sikap adalah kuesioner yang berkaitan dengan perasaan, kepercayaan predisposisi, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan objek yang dinilai.

2. Kuesioner dari jenisnya dapat dibedakan atas 3 yaitu :

  • Tertutup, kuesioner yang alternative jawaban sudah ditentukan terlebih dahulu. Responden hanya memilih diantara alternative yang telah disediakan.
  • Terbuka, kuesioner ini memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan pendapatnya tentang sesuatu yang ditanyakan sesuai dengan pandangan dan kemampuannya. Alternative jawaban tidak disediakan. Mereka menciptakan sendiri jawabannya dan menyusun kalimat dalam bahasa sendiri
  • Tertutup dan terbuka, kuesioner ini merupakan gabungan dari kedua bentuk yang telah dibicarakan. Yang berarti bahwa dalam bentuk ini, disamping disediakan alternative, diberi juga kesempatan keoada siswa/mahasiswa untuk mengemukakan alternative jawabannya sendiri, apabila alternative yang disediakan tidak sesuai dengan keadaan yang bersangkutan.

3. Kuesioner dari segi yang menjawab dapat dibedakan atas 2, yaitu :

  • Kuesioner langsung, yaitu kuesioner yang langsung dijawab/diisi oleh individu yang akan diminta keterangannya.
  • Kuesioner tidak langsung, yaitu kuesioner yang diisi oleh orang lain, (orang yang tidak diminta keterangannya).

4. Kuesioner dari sisi bagaimana kuesioner itu diadministrasikan pada responden dapat dibedakan atas 2, yaitu :

  • Kuesioner yang dikirimkan (Mail Questionaire)
  • Kuesioner yang dapat dibagikan langsung pada responden.

Ada beberapa hal yang menjadi kelebihan angket sebagai instrument evaluasi, diantaranya yaitu:

1)   Dengan angket kita dapat memperoleh data dari sejumlah anak yang banyak yang hanya membutuhkan waktu yang sigkat.

2)   Setiap anak dapat memperoleh sejumlah pertanyaan yang sama

3)   Dengan angket anak pengaruh subjektif dari guru dapat dihindarkan

Sedangkan kelemahan angket, antara lain:

1)   Pertanyaan yang diberikan melalui angket adalah terbatas, sehingga apabila ada halhal yang kurang jelas maka sulit untuk diterangkan kembali

2)   Kadang-kadang pertanyaan yang diberikan tidak dijawab oleh semua anak, atau mungkin dijawab tetapi tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Karena anak merasa bebas menjawab dan tidak diawasi secara mendetail.

3)   Ada kemungkinan angket yang diberikan tidak dapat dikumpulkan semua, sebab banyak anak yang merasa kurang perlu hasil dari angket yang diterima, sehingga tidak memberikan kembali angketnya.

Petunjuk yang lebih teknis dalam membuat kuesioner adalah sebagai beriku :

  1. Mulai dengan pengantar yang isinya permohonan mengisi kuesioner sambil dijelaskan maksud dan tujuannya.
  2. Jelaskan petunjuk atau cara mengisinya supaya tidak salah
  3. Mulai dengan pertanyaan untuk mengungkapkan responden
  4. Isi pertanyaan sebaiknya dibuat beberapa kategori atau bagian sesuai dengan variabel yang diungkapkan sehingga mudah mengolahnya.
  5. Rumusan pertanyaan dibuat singkat, tetapi jelas sehingga tidak membingungkan dan mengakibatkan salah penafsiran.
  6. Hubungan antara pertanyaan yang satu dengan yang lain harus dijaga sehingga tampak logikanya dalam satu rangkaian yang sistematis.
  7. Usahakan kemungkinan agar jawaban, kalimat, atau rumusannya tidak lebih panjang dari pertanyaan.
  8. Kuesioner yang terlalu banyak atau terlalu panjang akan melelahkan dan membosankan responden sehingga pengisiannya tidak akan objektif lagi.
  9. Ada baiknya kuesioner diakhiri dengan tanda tangan si pengisi untuk menjamin keabsahan jawabannya.

Contoh 1 : Kuesioner Bentuk Pilihan Ganda untuk Mengungkap Hasil Belajar Ranah Afektif (Kurikulum dan GBPP mata pelajaran Pendidikan Agama Islam Tahun 1994)

  1. Terhadap teman-teman sekelas saya yang rajian dan khusu’ dalam menjalankan ibadah shalat, saya:
  1. Merasa tidak harus meniru mereka
  2. Merasa belum pernah memikirkan untuk shalat dengan rajin dan khusu’
  3. Merasa ingin seperti mereka, tetap[i terasa masih sulit
  4. Sedang berusaha agar rajin dan khusu’
  5. Merasa iri hati dan ingin seperti mereka.

Contoh 2 : Kuesioner Bentuk Skala Likert dalam Rangka Mengungkap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Ranah Afektif

  1. Membayar infaq atau shadaqah itu memang baik untuk dikerjakan, akan tetapi sebenarnya bagi orang yang telah membayarkan zakatnya tidak perlu lagi untuk membayar infaq atau shadaqah.

Terhadap pertanyaan tersebut, saya:

  1. Sangat setuju
  2. Setuju
  3. Ragu-ragu
  4. Tidak setuju
  5. Sangat tidak setuju

Kuesioner sebagai alat evaluasi juga sangat berguna untuk mengungkap latar belakang orang tua peserta didik maupun peserta didik itu sendiri, dimana data yang berhasil diperoleh melalui kuesioner itu pada suatu saat akan diperlukan, terutama apabila terjadi kasus-kasus tertentu yang menyangkut diri peserta didik.

b. Pengamatan (observation)

Pengamatan observasi adalah suatu tehnik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan objek pengamatan. Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkahlaku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati. Observasi yang dapat menilai atau mengukur hasil belajar adalah tingkah laku para siswa ketika guru sedang mengajar.

  • Tujuan Pengembangan Observasi

a)   Menilai minat, sikap dan nilai yang terkandung dalam diri siswa.

b)   Melihat proses kegiatan yang dilakukan oleh siswa maupun kelompok.

c)   Suatu tes essay / obyektif tidak dapat menunjukan seberapa kemampuan siswa dapat menjelaskan pendapatnya secara lisan, dalam bekerja kelompok dan juga kemampuan siswa dalam mengumpulkan data.

  • Jenis-jenis Observasi

Observasi atau pengamatan dapat dilakukan dalam berbagai cara. Berdasarkan cara dan tujuan, onservasi dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

1)  Observasi partisipatif dan nonpartisipatif

Observasi partisipatif adalah yaitu observasi yang dilakuakan oleh pengamat diamna pengamat sendiri memasuki atau mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati. Sedangkan observasi nonpartisipatif, observasi tidak mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objeknya. Atau evaluator berada “diluar garis” seolah-olah sebagai penonton belaka.

Contoh observasi partisipatif : Misalnya guru mengamati setiap anak. Kalau observasi nonpartisipatif, guru hanya sebagai pengamat, dan tidak ikut bermain.

2)   Observasi sistematis dan observasi nonsitematis

Observasi sistematis adalah observasi yang sebelum dilakukan, observer sudah mengatur sruktur yang berisi kategori atau kriteria, masalah yang akan diamati Sedangkan observasi nonsistematis yaitu apabila dalam pengamatan tidak terdapat stuktur ketegori yang akan diamati.

3)   Observasi experimental, yaitu observasi yang dilakukan dalan situasi yang dibuat atau dirancang oleh observer.

  • Kelebihan dan Kekurangan Observasi

Observasi sebagai alat penilain nontes, mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:

(1). Observasi dapat memperoleh data sebagai aspek tingkah laku anak.

(2). Dalam observasi memungkinkan pencatatan yang serempak dengan terjadinya suatu gejala atau kejadian yang penting

(3). Observasi dapat dilakukan untuk melengkapi dan mencek data yang diperoleh dari teknik lain, misalnya wawancara atau angket.

(4). Observer tidak perlu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan objek yang diamati, kalaupun menggunakan, maka hanya sebentar dan tidak langsung memegang peran.

Sedangkan kelemahan dari observasi adalah:

(1). Observer tiidak dapat mengungkapkan kehidupan pribadi seseorag yang sangat dirahasiakan.

(2).    Apabila si objek yang diobservasikan mengetahui kalau sedang diobservasi maka tidak mustahil tingkah lakunya dibuat-buat, agar observer merasa senang.

(3).    Observer banyak tergantung kepada faktor-faktor yang tidak dapat dapat dikontrol sebelumya.

  • Langkah-langkah Pengembangan Observasi

1. Merumuskan tujuan

2. Merumuskan kegiatan

3. Menyusun langkah-langkah

4. Menyusun kisi-kisi

5. Menyusun panduan observasi

6. Menyusun alat penilaian

Membuat Pedoman Observasi

Langkah yang ditempuh dalam membuat pedoman observasi langsung adalah sebagai berikut

  1. Lakukan terlebih dahulu observasi langsung terhadap suatu proses tingkah laku, misalnya penampilan guru di kelas. Lalu catat kegiatan yang dilakukannya dari awal sampai akhir pelajaran. Hal ini dilakukan agar dapat menentukan jenis perilaku guru pada saat mengajarkan sebagai segi-segi yang akan diamati
  2. Berdasarkan gambaran dari langkah ( a ) di atas, penilai menentukan segi-segi mana dari perilaku guru tersebut yang akan diamati sehubungan dengan keperluannya. Urutkan segi-sejgi tersebut sesuai dengan apa yang seharusnya berdasarkan khasanah pengetahuan ilmiah, misalnya berdasarkan teori mengajar. Rumusan tingkah laku tersebutu harus jelas dan spesifik sehingga dapat diamati oleh pengamatnya
  3. Tentukan bentuk pedoman observasi tersebut, apakah benruk bebas ( tak perlu jawaban, tetapi mencatat apa yang tampak ) atau pedoman yangn berstruktur ( memakai kemungkinan jawaban ). Bila dipakai bentuk yang berstruktur, tetapkan pilihan jawaban serta indikator-indikator dan setiap jawaban yang disediakan sebagai pegangan bagi pengamat pada saat melakukan observasi nanti
  4. Sebelum observasi dilaksanakan, diskusikan dahulu pedoman observasi yang telah dibuat dan calon observanagar setiap segi yang diamati dapat dipahami maknanya dan bagaimana cara mengisinya.
  5. Bila ada hal khusus yang menarik,tetapi tidak ada dalam pedoman observasi, sebaiknya diadakan catatan khusus atau komentar pengamat di bagian akhir pedoman observasi.

c. Wawancara  

Menurut Sudijono (2009) wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan Tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah tujuan yang terlah ditentukan. Sedangkan menurut Bahri (2008) Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang mewancarai dan yang diwancarai.

Dari pengertian tersebut kita dapat simpulkan bahwa wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (Tanya jawab) secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung (menggunakan alat komunikasi).

Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat dalam evaluasi, yaitu:

1)    Wawancara terpimpin (guided interview), biasanya juga dikenal dengan istilah wawancara berstruktur (structured interview) atau wawancara sistematis (systematic interview), dimana wawancara ini selalu dilakukan oleh evaluator dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu dalam bentuk panduan wawancara (interview guide). Jadi, dalam hal ini responden pada waktu menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan.

2)    Wawancara tidak terpimpin (un-guided interview), biasanya juga dikenal dengan istilah wawancara sederhana (simple interview) atau wawancara tidak sistematis (nonsystematic interview) atau wawancara bebas, diamana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh evaluator. Dalam wawancara bebas, pewancara selaku evaluator mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik atau orang tuanya tanpa dikendalikan oleh pedoman tertentu, mereka dengan bebas mengemukakan jawabannya. Hanya saja pada saat menganilis dan menarik kesimpulan hasil wawancara bebas ini evaluator akan dihadapkan kesulitan-kesulitan, terutama apabila jawaban mereka beraneka ragam. Mengingat bahwa daya ingat manusia itu dibatasi ruang dan waktu, maka sebaiknya hasil wawancara itu dicatat seketika.

Dalam melaksanakan wawancara, ada beberapa hal yang harus diperhatikan evaluator dalam pelaksanaan wawancara antara lain ; evaluator harus mendengar, mengamati, menyelidiki, menanggapi, dan mencatat apa yang sumber berikan. Sehingga informasi yang disampaikan oleh narasumber tidak hilang dan informasi yang dibutuhkan dapat ditangkap dengan baik. Selain itu evaluator harus meredam egonya dan melakukan pengendalian tersembunyi. Kadang kala banyak evaluator yang tidak dapat meredam egonya sehingga unsur subyektivitas muncul pada saat menganalisis hasil wawancara yang telah dilaksanakan.

Menurut Zainal (2009) ada 3 tujuan dalam melaksanakan wawancara yakni :

1) Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau situasi

dan kondisi tertentu.

2) Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.

3) Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu.

Berbeda dengan observasi, wawancara memiliki kelebihan antara lain ;

(1)     dapat secara luwes mengajukan pertanyaan sesuai dengan situasi yang dihadapi pada saat itu

(2)     mengetahui perilaku nonverbal, misalnya rasa suka, tidak suka atau perilaku lainnya pada saat pertanyaan diajukan dan dijawab oleh sumber

(3)    Pertanyaan dapat diajukan secara berurutan sehingga sumber dapat memahami maksud   penelitian secara baik, sehingga dapat menjawab pertanyaan dengan baik pula

(4)    Jawaban tidak dibuat oleh orang lain tetapi benar oleh sumber yang telah ditetapkan

(5)    Melalui wawancara, dapat ditanyakan hal-hal yang rumit dan mendetail.

wawancara juga memiliki kelemahan antara lain

(1)     memerlukan banyak waktu dan tenaga dan juga mungkin biaya

(2)     dilakukan secara tatap muka, namun kesalahan bertanya dan kesalahan dalam menafsirkan jawaban, masih bisa terjadi

(3)     keberhasilan wawancara sangat tergantung dari kepandaian pewawancara.

Sebelum melaksanakan wawancara, perlu dirancang pedoman wawancara. Pedoman ini disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara.
  2. Berdasarkan tujuan di atas tentukan aspek-aspek yang akan diungkap dari wawancara tersebut. Aspek-aspek tersebut dijadikan dasar dalam menyusun materi pertanyaan wawancara.
  3. Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan, yakni bentuk berstruktur atau bentuk terbuka
  4. Buatlah pertanyaan wawancara sesuai dengan analisis butir (c) di atas, yakni membuat pertanyaan yang berstruktur atau yang bebas
  5. Ada baiknya apabila dibuat pula pedoman mengolah dan menafsirkan hasil wawancara.

d.   Riwayat Hidup (Pemeriksaan Dokumen)

Ini adalah salah satu tehnik non tes dengan menggunakan data pribadi seseorang sebagaibahan informasi penelitian. Dengan mempelajari riwayat hidup maka subjek evaluasi akan dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan dan sikap dari objek yang dinilai.

Evaluasi cara ini mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji (teknik non-tes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen, misalnya: dokumen yang menganut informasi mengenai riwayat hidup (auto biografi), seperti kapan kapan dan dimana peserta didik dilahirkan, agama yang dianut, kedudukan anak didalam keluarga dan sebagainya. Selain itu juga dokumen yang memuat informasi tentang orang tua peserta didik, dokumen yang memuat tentang orang tua peserta didik, dokumen yang memuat tentang lingkungan non-sosial, seperti kondisi bangunan rumah, ruang belajar, lampu penerangan dan sebagainya (Sudijono : 2009).

Beberapa informasi, baik mengenai peserta didik, orang tua dan lingkungannya itu bukan tidak

mungkin pada saat-saat tertentu sangat diperlukan sebagai bahan pelengkap bagi  pendidik dalammelakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta

 

e. Study Kasus (Case Study)

Studi kasus adalah mempelajari individu dalam proses tertentu secara terus menerus untuk melihat perkembangannya (Djamarah : 2000). Misalnya peserta didik yang sangat cerdas, sangat lamban, sangat rajin, sangat nakal, atau kesulitan dalam belajar. Untuk itu guru menjawab tiga percayaan inti dalam studi kasus, yaitu:

a. Mengapa kasus tersebut bisa terjadi?

b. Apa yang dilakukan oleh seseorang dalam kasus tersebut?

c. Bagaimana pengaruh tingkah laku seseorang terhadap lingkungan?

 

Studi kasus sering digunakan dalam evaluasi, bimbingan, dan penelitian. Studi ini menyangkut integrasi dan penggunaan data yang komprehensif tentang peserta didik sebagai suatu dasar untuk melakukan diagnosis dan mengartikan tingkah laku peserta didik tersebut. Dalam melakukan studi kasus, guru harus terlebih dahulu mengumpulkan data dari berbagai sumber dengan menggunakan berbagai teknik dan alat pengumpul data. Salah satu alat yang digunakan adalah depth-interview , yaitu melakukan wawancara secara mendalam, jenis data yang diperlukan antara lain, latar belakang kehidupan, latar belakang keluarga, kesanggupan dan kebutuhan, perkembangan kesehatan, dan

sebagainya. Namun, seperti halnya alat evaluasi yang lain, studi kasus juga mempunyai kelebihan

dan kelemahan. Kelebihannya adalah dapat mempelajari seseorang secara mendalam dan komprehensif, sehingga karakternya dapat diketahui selengkap-lengkapnya. Sedangkan kelemahannya adalah hasil studi kasus tidak dapat digeneralisasikan, melainkan hanya berlaku untuk peserta didik itu saja

 

f. Skala Sikap

Skala sikap merupakan kumpulan pertanyaan-pertanyaan mengenai sikap suatu objek. Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari. Sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupannya. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun berupa obyek-obyek tertentu.
Untuk mengukur sikap, dapat dilakukan dengan menggunakan skala sikap yang dikembangkan oleh Likert. Ada 2 bentuk pertanyaan yang menggunakan skala Likert ini yaitu :
1. Bentuk pertanyaan positif untuk mengukur sikap positif
2. Bentuk pertanyaan negatif untuk mengukur sikap negatif.

Dari uraian tersebut dapatlah dipahami, bahwa dalam rangka evaluasi hasil belajar peserta didik, evaluasi itu tidak harus semata-mata dilakukan dengan menggunakan alat berupa tes-tes hasil belajar. Teknik-teknik nontes juga menempati kedudukan yang penting dalam rangka evaluasi hasil belajar, lebih-lebih evaluasi yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan peserta didik, seperti persepsinya terhadap mata pelajaran tertentu, persepsinya terhadap guru, minatnya, bakatnya, tingkah laku atau sikapnya dan sebagainya, yang kesemuanya itu tidak mungkin dievaluasi dengan menggunakan tes sebagai alat pengukurnya.

Langkah-langkah dalam pengembangan instrumen non tes (dilihat dari afektif dan psikomotor):
Menentukan spesifikasi instrument

  • Menulis instrument
  •  Menentukan skala pengukuran
  •  Menentukan penskoran
  •  Menelaah instrument
  • Melakukan uji coba
  •  Menganalisis hasil uji coba
  •  Melaksanakan pengukuran
  •  Menafsirkan hasil pengukuran

Pengertian Instrumen Non-tes

Teknik Non tes merupakan cara pengumpulan data tidak menggunakan alat-alat baku, dengan demikian tidak bersifat mengukur dan tidak diperoleh angka-angka sebagai hasil pengukuran. Teknik ini hanya bersifat mendeskripsikan atau memberikan gambaran, hasilnya adalah suatu deskripsi atau gambaran. Terhadap gambaran-gambaran yang diperoleh dapat dibuat interpretasi, penyimpulan-penyimpulan bahkan dengan kualifikasi tertentu.  Dengan Teknik Non tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan dengan tanpa “menguji” peserta didik, melainkan dilakukan dengan melakukan beberapa jenis teknik non tes. Teknik non tes ini pada umumnya memegang peranan yang penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik daris segi ranah sikap hidup (effective domain) dan ranah keterampilan (psychomotoric domain), sedangkan teknik tes sebagaimana telah dikemukakan sebelum ini, lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah proses berfikirnya (cognitive domain)

Dilihat dari kata yang menyusunya, maka non tes dapat kita artikan sebagai teknik penilaian yang dilakukan tanpa menggunakan tes. Sehingga teknik ini dilakukan lewat pengamatan secara teliti dan tanpa menguji peserta didik. Non tes biasanya dilakukan untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain, instrument ini berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati dari pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati dengan panca indra (Widiyoko : 2009).

Ranah Psikomotor Menurut Cangelosi

Ranah psikomotor digolongkan menjadi kemampuan otot lurik dan kemampuan untuk melakukan keterampilan khusus.

  1. Kemampuan otot lurik

Kemampuan yang berhubungan dengan gerak yaitu kemampuan dalam menggunakan otot-otot seperti berjalan, lari, melompat, berenang melukis, membongkar dan memasang peralatan.

  1. Kemampuan melakukan keterampilan khusus .

Kemampuan melakukan keterampilan khusus menuntut siswa memanfaatkan kemampuan otot lurik untuk melaksanakan proses fisik tertentu.

Ranah Afektif Menurut Cangelosi

Ranah afektif digolongkan menjadi perilaku afektif tingkat apresiasi dan perilaku afektif tingkat kemauan untuk bertindak.

  1. Perilaku afektif tingkat Apresiasi

Perilaku afektif tingkat apresiasi menuntut siswa untuk mempercayai atau memiliki keyakinan tertentu tetapi tidak menuntut mereka untuk mempraktekkan keyakinan itu.

  1. Perilaku Afektif Tingkat Kemauan untuk Bertindak

Perilaku afektif tingkat kemauan untuk bertindak menuntut siswa untuk memilih perilaku yang sesuai dengan keyakinan tertentu

Pengukuran Ranah Kognitif Menurut Cangelosi

Cangelosi mengkategorikan ranah kognitif atas tingkat pengetahuan dan tingkat intelektual. Tingkat pengetahuan dibedakan atas :

  1. Tingkat Pengetahuan
  • Pengetahuan Sederhana

Konstruk perilaku sebuah sasaran tingkat pengetahuan dianggap pengetahuan sederhana jika isi yang harus diingat siswa melibatkan tidak lebih dari satu tanggapan / (respons) untuk satu rangsangan tertentu. Contohnya : menyatakan rumus untuk luas persegi panjang.

Pada tingkat pengetahuan ini, pemahaman siswa ditentukan oleh seberapa baik mereka mengingat informasi. Hal ini menjadi tidak relevan dengan sasaran pengetahuan sederhana apabila siswa memakai penalaran atau proses kognitif tingkat tinggi untuk menentukan tanggapannya.  Pengetahuan sederhana tidak menjamin bahwa siswa akan menanggapinya dengan tingkat pengetahuan sederhana.

  • Pengetahuan tentang proses

Konstruk perilaku sasaran tingkat pengetahuan dianggap pengetahuan tentang proses jika isi yang harus diingat siswa adalah urutan langkah-langkah dalam suatu prosedur. Contohnya menghitung luas persegi panjang jika diberikan ukurannya.

Siswa mencapai sasaran pengetahuan tentang proses dengan mengingat bagaimana menjalankan prosedur atau memakai suatu metode. Jadi soal mengenai pengetahuan-tentang-proses meminta siswa menunjukkan bahwa mereka mengetahui langkah pertama, kedua, ketiga dan seterusnya dalam suatu proses. Karena sasaran pengetahuan tentang-proses berurusan dengan kemampuan siswa mengingat urutan tanggapan, bukan hanya satu tanggapan tunggal, maka setiap tanggapan dalam urutan merupakan stimulus untuk tanggapan berikutnya.

  1. Kognisi tingkat intelektual.

Sasaran kognitif tingkat intelektual dapat diklasifikasikan sebagai : pemahaman komunikasi,  konseptualisasi, aplikasi,  yang melebihi aplikasi.

  1. Pemahaman komunikasi

Tujuan pemahaman komunikasi menuntut siswa menentukan makna yang tersurat (eksplisit) atau yang tersirat (implisit) dari suatu pesan. Tingkat ini lebih mengutamakan kemampuan siswa menafsirkan dan menjabarkan gagasan yang dinyatakan orang lain. Dengan kata lain, pada tingkat ini lebih memusatkan perhatian pada cara siswa menerima ungkapan, bukan pada cara mereka merumuskan ungkapan.

  1. Konseptualisasi

Tujuan konseptualisasi menuntut siswa memakai penalaran induktif untuk membedakan contoh konsep tertentu (yakni gagasan atau abstraksi) dari sesuatu yang bukan contoh dari konsep tersebut dan mengerti mengapa ada hubungan  tertentu.

  1. Aplikasi

Sasaran aplikasi menuntut siswa memakai penalaran deduktif untuk memutuskan bagaimana menyelesaikan masalah tertentu. Lebih lanjut, apabila dihadapkan kepada suatu masalah, siswa yang mencapai sasaran tingkat aplikasi dapat menentukan apakah proses, asas, fakta, rumus, hukum, atau hubungan lain yang ditentukan dalam isi sasaran itu relevan atau tidak dengan penyelesaian masalah

  1. Melebihi aplikasi

Tujuan dari tingkatan ini adalah menuntut siswa untuk berpikir secara kreatif agar dapat memeriksa, menghasilkan, atau menilai. Contohnya, hasil kali dua bilangan pecahan lebih kecil dari pada bilangan pecahan itu masing-masing.

Ranah Pengetahuan Menurut Cangelosi

Istilah yang sering digunakan untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa adalah evaluasi, penilaian, pengukuran dan tes. Evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses sistematik dalam menentukan tingkat pencapaian tujuan instruksional. Menurut Cangelosi (1990), pengukuran merupakan proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris. Proses pengumpulan data ini dilakukan untuk memperkirakan hal-hal yang diperoleh siswa setelah mengikuti pelajaran. Proses ini dapat dilakukan dengan mengamati kinerja mereka, mendengarkan apa yang mereka katakan  serta mengumpulkan informasi yang sesuai dengan tujuan melalui apa yang telah dilakukan siswa.

Kriteria Instrumen Tes yang Baik

Sebuah tes dikatakan baik jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :

  1. Bersifat valid atau memiliki validitas yang cukup tinggi. Suatu tes dikatakan valid bila tes  itu isinya dapat mengukur apa yang seharusnya di ukur, artinya alat ukur yang digunakan tepat. Dapat juga dikatakan bahwa validitas adalah tingkat ketepatan suatu tes mengukur apa yang dimaksudkan peneliti untuk di ukur.
  2. Bersifat reliable, atau memiliki reliabilitas yang baik. Reliabilitas sering diartikan dengan keterandalan. Suatu tes dikatakan reliabel jika tes itu diberikan berulang-ulang memberikan hasil yang sama, dengan kata lain reliabilitas merupakan kemampuan untuk mempertahankan konsistensi mutu hasil tes. Ada tiga aspek yang harus diperhatiokan, yaitu inter marker, intra marker dan parallel form reliability. Reliabilitas dapat di uji dengan berbagai cara, salah satunya adalah tes ulang (re test), belas dua (split half) dan tes bentuk lain (alternate form)
  3. Bersifat praktis atau memiliki kepraktisan. Tes memiliki sifat kepraktisan artinya praktis dari segi perencanaan, pelaksanaan tes dan memiliki nilai ekonomi tetapi harus tetap mempertimbangkan kerahasiaan tes.

Namun syarat minimum yang harus dimiliki oleh sebuah tes yang baik adalah valid dan reliable.

Sebelum soal-soal dalam suatu tes digunakan, soal-soal tersebut harus diuji coba dahulu, selanjutnya dilakukan pengujian validitas yang terdiri dari :

  1. Validitas isi atau kontruk. Validitas ini bertujuan untuk menentukan kesesuaian antara soal dengan materi ajar dan kesesuaian dengan kisi-kisi yang telah dibuat. Validitas ini dilakukan dengan meminta pertimbangan dari para ahli (pakar) dalam bidang evaluasi atau ahli dalam bidang yang sedang diuji.
  2. Validitas prediksi, validitas ini dimaksudkan agar hasil tes mampu memprediksi keberhasilan peserta didik di kemudian hari, misalnya ujian masuk sekolah atau perguruan tinggi atau seleksi suatu perlombaan atau kegiatan.

 

  1. Validitas empiris (kriterium), validitas ini bertujuan untuk menentukan tingkat kehandalan soal.

Beberapa faktor yang mempengaruhi validitas sebuah tes, diantaranya :

  1. Faktor dari dalam tes :
    1. Arahan tes yang disusun dengan makna tidak jelas sehingga dapat mengurangi validitas tes.
    2. Kata-kata yang digunakan dalam struktur instrumen evaluasi terlalu sulit.
    3. Item-item tes dikonstruksikan dengan jelek.
    4. Tingkat kesulitan tes tidak tepat dengan materi pembelajaran yang diterima siswa.
    5. Waktu yang dialokasikan tidak tepat, hal ini mungkin terlalu kurang atau terlalu longgar.
    6. Jumlah tes terlalu sedikit sehingga tidak mewakili sampel materi pembelajaran.
    7. Jawaban masing-masing item bisa diprediksi oleh siswa.
  1. Faktor yang berasal dari administrasi dan skor :
    1. Waktu pengerjaan tidak cukup sehingga siswa memberikan jawaban dalam situasi tergesa-gesa.
    2. Adanya kecurangan dalam tes sehingga tidak bisa dibedakan mana yang belajar dan mana yang curang.
    3. Pemberian petunjuk dari pengawas yang tidak dapat dilakukan pada semua siswa.
    4. Teknik penskoran yang tidak konsisten, misalnya pada tes essay.
    5. Siswa tidak dapat mengikuti arahan yang diberikan dalam tes baku.
    6. Adanya joki yang masuk dan menjawab item yang diberikan.